Senin, 23 Mei 2011

HALAL ATAU HARAM NYANYIAN DAN MEMAINKAN ALAT MUSIK?


Nyanyian yang bersifat vokal (suara manusia tanpa instrumen musik) tidak diperselisihkan oleh para fuqaha. Mereka mengatakan bahwa nyanyian semacam ini halal atau dibolehkan, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Asy-Syaukani dari berbagai kalangan ulama (Lihat Asy-Syaukani , NAIL-UL-AUTHAR, Jilid VIII,hlm. 114-115):
"Nyanyian tanpa instrumen musik, Al-Adhfawi dalam kitabnya AL-IMTA menyebutkan bahwa Imam Al-Ghazali dalam berbagai karangan fiqihnya menegaskan kesepakatan ulama tentang halalnya nyanyian jenis ini. Begitu juga Ibnu Thahir berpendapat ada ijma' sahabat dan tabi'in tentang halalnya nyanyian vokal ini. At-Taj-ul-Fazari dan Ibnu Qutaibah menyebutkan adanya ijma' penduduk Mekah dan Madinah. Ibnu Thahir dan Ibnu Qutaibah juga menyebutkan adanya ijma' penduduk Madinah dalam hal tersebut. Sedangkan Imam Al-Mawardi mengatakan bahwa penduduk Hijaz sejak dulu sampai sekarang (abad 5 H) membolehkan nyanyian jenis ini pada hari-hari yang mulia dalam setahun yang (kaum Muslimin) diperintahkan untuk melakukan nazam-nazam zikir dan ibadah."Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Umdah berkata:
"Telah diriwayatkan tentang halalnya nyanyian dan mendengarkannya dari sekelompok sahabat dan tabi'in, di antaranya adalah Imam yang empat, Ibnu "Uyainah, dan jumhur Syafi'yah."
Ini mengenai nyanyian vokal tanpa instrumen musik. Adapun nyanyian yang disertai dengan alat musik maka ulama yang menghalalkannya mengatakan bahwa semua Hadits yang membahas masalah ini nilainya tidak sampai ke tingkat shahih maupun hasan. Inilah yang dikatakan oleh Al-Qadhi Abu Bakar Ibn-ul-'Arabi (Lihat Abu Bakar Ibn-ul-'Arabi, AHKAM-UL-QURAN, Jilid III, hlm. 1053-1054):
"Tidak terdapat satu dalil pun di dalam Al-Quran maupun Sunnah Rasul yang mengharamkan nyanyian. Bahkan ada Hadits yang menunjukkan bolehnya nyanyian. Hadits shahih itu mengatakan bahwa Abu Bakar pernah masuk ke tempat Aisyah yang disampingnya ada dua jariyah penyanyi dari kalangan Anshar yang sedang menyanyikan tentang hari Bu'ats. Kemudian Abu Bakar berkata: "Di rumah Nabi s.a.w. ada seruling syaitan?" Mendengar perkataan itu, Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Biarkanlah keduanya, wahai Abu Bakar, sebab sesungguhnya hari ini adalah hari raya."
Ibn-ul-'Arabi berkata: "Jika nyanyian itu haram, tentu di rumah Rasulullah s.a.w. tidak akan ada sama sekali hal tersebut. Tetapi alasan yang diberikan beliau (Nabi s.a.w.) untuk membolehkannya adalah karena nyanyian itu dilakukan pada hari raya, yang hal tersebut menunjukkan bahwa bila nyanyian itu dilakukan secara terus-menerus, maka hukumnya makruh. Sedangkan rukhshah (keringanan) untuk melakukannya terbatas pada saat-saat tertentu seperti hari raya, perkawinan, pulangnya seseorang kekampung halamannya, dan sebagainya. Berkumpulnya orang-orang (dalam acara tersebut) biasanya untuk menyenangkan hati orang-orang yang sejak lama tidak bertemu atau berkumpul, baik berkumpulnya kalangan kaum wanita maupun pria. Jadi, setiap Hadits yang diriwayatkan maupun ayat dipergunakan untuk menunjukkan keharaman nyanyian merupakan pendapat yang bathil atau tidak benar dari segi sanad dan ijtihad, baik bertolak dari nash maupun suatu takwilan."
Imam Ibnu Hazm juga memberikan komentar yang melemahkan semua Hadits riwayat tentang nyanyian. Bahkan menurut beliau, sebagian di antaranya adalah maudhu' (palsu). Inilah komentarnya. (Lihat Ibnu Hazm, AL-MUHALLA, Jilid VI, hlm. 59):
"Jika belum ada perincian dari Allah s.w.t. maupun RasulNya tentang haramnya sesuatu yang kita bincangkan di sini (dalam hal ini adalah nyanyian dan menggunakan alat-alat musik), maka telah terbukti bahwa ia adalah halal atau boleh secara mutlak."
Adapun orang yang bertolak dari pendapat Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbas tentang firman Allah s.w.t. surat Luqman, ayat 6 tentang arti Lahw-ul-hadits dalam ayat tersebut adalah 'nyanyian". Begitu juga pendapat Ibnu 'Abbas yang mengatakan bahwa memainkan alat musik rebana dan setiap alat musik termasuk seruling, tambur, adalah haram. Maka Ibnu Hazm membantah pendapat ini dengan mengatakan (Lihat Ibnu Hazm, AL-MUHALLA, Jilid VI, hlm. 60). bahwa semua pendapat yang semacam ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau bukti dengan sebab-sebab sebagai berikut:
1.   Tidak ada hujjah dalam ucapan manusia manapun selain ucapan Rasulullah s.a.w.
2.   Pendapat Ibnu 'Abbas dan Ibnu Mas'ud, Ibrahim, Mujahid, dan Ikrimah tentang firman Allah s.w.t. dalam surat Luqman, ayat 6 yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah nyanyian, maka pendapat ini bertentangan senga pendapat yang lainnya dari kalangan sahabat dan tabi'in.
3.   Teks ayat tersebut cukup untuk membatalkan hujjah mereka. Orang-orang yang bertindak demikian, sebagaimana yang diterangkan dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang bila mengajarkannya telah termasuk kafir tanpa ada selisih pendapat (khilaf). Mereka telah menjadikan Sabil (Agama Allah s.w.t.) sebagai senda gurau. Andaikan Al-Quran dibeli untuk menyesatkan orang-orang dari jalan Allah s.w.t. dan dijadikannya sebagai bahan ejekan maka tentu orang-orang yang melakukan hal tersebut telah menjadi kafir. Inilah yang dicela oleh Allah s.w.t. melalui ayat tersebut. Arti ayat itu bukan ditujukan kepada orang-orang yang menyibukkan dirinya dengan sesuatu untuk menghibur diri tanpa bermaksud menyesatkan orang lain dari jalan Allah s.w.t. Dengan demikian, hujjah mereka telah gugur. Begitu pula dengan orang-orang yang sengaja menyibukkan diri dengan maksud tidak melakukan solat walaupun apa yang dilakukannya adalah dengan membaca Al-Quran, buku-buku Hadits, mencari bahan untuk pengajian, sibuk memandang banyaknya uang, atau menyibukkan diri dengan nyanyian dan yang serupa dengannya, maka orang tersebut adalah fasiq dan telah berbuat maksiat. Adapun yang tidak meninggalkan sesuatu dari apa yang telah diwajibkan walaupun ia sibuk dengan apa yang telah diuraikan di atas, maka orang tersebut adalah muhsin (orang yang tidak salah melangkah).Kemudian beliau melanjutkan bantahannya terhadap pendapat dari pihak yang menanyakan, apakah nyanyian itu tergolong dalam Al-Haq (sesuatu yang dibenarkan oleh agama) atau tidak? Ini disebabkan karena Allah s.w.t. telah berfirman:
(فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلِ)
"...maka tidak ada  sesuatu kebenaran itu melainkan kesesatan." (10:32), dengan mengatakan (Lihat Ibnu Hazm, AL-MUHALLA, Jilid VI, hlm. 60).
Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
(إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوى) (متفق عليه)
"Sesungguhnya amal perbuatan (manusia) itu tergantung niatnya. Bahwasanya apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya...."
Oleh karena itu siapa saja yang niatnya mendengar nyanyian untuk melakukan suatu kemaksiatan kepada Allah, maka ia adalah seorang fasiq. Begitu pula halnya tiap sesuatu (hiburan) selain nyanyian. Sedangkan orang yang berekreasi di kebun atau duduk-duduk di depan pintu rumah sambil melihat orang-orang yang sedang berjalan, mencelup bajunya dengan warna biru atau hijau, dan warna lainnya, atau ingin meluruskan kaki atau menekuknya (fold s.t., bend s.t. over), begitu pula dengan seluruh perbuatan yang serupa dengannya.
Bertolak dari keterangan di atas maka terbukti dengan pasti bathilnya pendapat orang-orang yang meributkan masalah tersebut (yang mengharamkan nyanyian).
Berdasarkan uraian-uraian di atas, ditambah dengan berbagai keterangan sebelumnya maka dapat kita simpulkan bahwa para ulama memang telah berselisih pendapat terhadap masalah nyanyian. Sebagian dari mereka tidak menganggap Hadits-Hadits yang mengharamkan nyanyian adalah shahih. Sedangkan yang lain telah menjadikan Hadits-Hadits tersebut sebagai hujjah atau bukti untuk mengharamkan nyanyian. Masing-masing mengikuti apa yang mereka tentukan sebagai dasar pengambilan hukum sesuai dengan ijtihadnya. Karenanya, siapa saja yang ijtihadnya telah menghasilkan suatu dugaan yang kuat bahwa bernyanyi dan mendengarkannya adalah haram, maka itulah hukum Allah terhadapnya, juga terhadap setiap orang yang mengikutinya.
Sedangkan bagi orang-orang yang belum terbukti baginya keshahihan Hadits-Hadits yang mengharamkan nyanyian yang disertai dengan dugaan kuat dan dengan ijtihad yang benar, maka itulah hukum Allah terhadapnya. Juga terhadap setiap

Membongkar Kedustaan Wali Syaitan

Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dukun-dukun itu biasa menuturkan kepada kami lantas kami jumpai bahwa apa yang mereka katakan itu benar/terbukti, -bagaimana ini-.” Maka Nabi menjawab, “Itu adalah ucapan benar yang dicuri dengar oleh jin (syaitan) kemudian dia bisikkan ke telinga walinya (dukun) dan dia pun menambahkan seratus kedustaan di dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [7/334])
_____
Hadits yang mulia ini mengandung pelajaran berharga, di antaranya:
  1. Diharamkannya praktek perdukunan dan perbuatan mendatangi (berkonsultasi dengan) dukun (lihat judul bab yang diberikan oleh an-Nawawi dalam Syarh Muslim [7/332]). Yang dimaksud dengan istilah dukun (kahin, dalam bahasa arab) adalah orang yang mengabarkan perkara gaib yang terjadi di masa depan dengan bersandarkan pada pertolongan syaitan (jin) (lihat al-Mulakhash fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 174). Ada pula yang menafsirkan istilah ‘kahin’ dengan setiap orang yang mengabarkan perkara gaib di masa depan atau di masa lampau yang tidak diketahui kecuali oleh Allah, dan hal itu didapatkannya dengan cara meminta bantuan kepada jin. Dukun dan tukang sihir itu memiliki kesamaan dari sisi kedua-duanya sama-sama meminta bantuan jin untuk mencapai tujuannya (lihat at-Tam-hid li Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 317). Apabila dicermati, bisa disimpulkan bahwa sebenarnya istilah kahin/dukun itu dipakai untuk menyebut orang yang mengambil berita dari sumber -jin- yang mencuri dengar -berita dari langit yang disampaikan oleh malaikat- (lihat Fath al-Majid, hal. 282, al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, 1/329). Adapun yang disebut dengan ‘Arraf (orang pintar) adalah orang yang memberitakan tentang berbagai peristiwa seperti halnya mengenai barang curian, siapa yang mencurinya, barang hilang dan di mana letaknya -melalui cara-cara tertentu yang tidak masuk akal-. Sebagian ulama memasukkan kahin/dukun dan munajjim/ahli astrologi dalam kategori ‘Arraf. Ini artinya cakupan ‘Arraf itu lebih luas daripada Kahin. Walaupun ada juga yang berpendapat ‘Arraf sama dengan Kahin. Ada juga yang mengatakan bahwa ‘Arraf adalah orang yang memberitakan perkara-perkara yang tersembunyi dalam hati (lihat Fath al-Majid, hal. 285-286, al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, 1/330,337). Pendapat yang kuat -sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Shalih alu Syaikh- adalah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwasanya istilah ‘Arraf itu umum, mencakup dukun, ahli nujum, dan semacamnya yang mengaku mengetahui perkara-perkara gaib -masa lalu atau masa depan- dengan cara-cara perbintangan, membuat garis di atas tanah, melihat air di dalam mangkok, membaca telapak tangan, melihat rasi bintang/horoskop, dsb. (lihat at-Tam-hid, hal. 319 dan 324-325). Oleh sebab itu, mereka itu (dukun) tidak boleh didatangi dan tidak boleh dipercayai omongannya (lihat Syarh Muslim [7/333]).
  2. Hadits ini juga menunjukkan wajibnya mendustakan ucapan para dukun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya maka dia telah kufur kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah)
  3. Perdukunan adalah termasuk kemungkaran. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Kemungkaran itu adalah segala hal yang diingkari oleh syari’at. Yaitu segala perkara yang diharamkan oleh Allah ‘azza wa jalla dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Ta’liq Arba’in beliau, sebagaimana dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 236). Bahkan, ia termasuk kemungkaran yang paling berat, karena ia tergolong dalam kemusyrikan.
  4. Perdukunan adalah termasuk kemusyrikan. Karena di dalamnya terkandung keyakinan adanya sosok selain Allah yang bersekutu dengan-Nya dalam mengetahui perkara gaib (lihat al-Mulakhash fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 176). Ia juga digolongkan dalam perbuatan syirik karena tindakan meminta bantuan jin dalam perkara semacam ini pasti disertai dengan mempersembahkan bentuk ibadah tertentu kepada jin tersebut, misalnya berupa sembelihan -untuk selain Allah-, beristighotsah kepada selain-Nya, menghinakan mus-haf, mencela Allah atau praktek kemusyrikan dan kekafiran dalam bentuk lain (lihat at-Tam-hid, hal. 317, al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 116).
  5. Wajibnya memberantas praktek perdukunan. Karena membiarkan hal itu berarti membiarkan kemungkaran merajalela. Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah hal itu dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu untuk itu maka cukup dengan hatinya, dan itu merupakan keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [2/103])
  6. Memerangi dukun -dengan hujjah dan keterangan- merupakan tugas mulia para da’i Islam. Sebab, mereka memiliki kewajiban untuk melanjutkan perjuangan dakwah para rasul, yaitu menegakkan tauhid dan memberantas syirik. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul -yang mengajak-; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (QS. an-Nahl: 36). Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma berkata, “Thaghut adalah para dukun yang syaitan-syaitan biasa turun kepada mereka.” (dinukil dari Fath al-Majid, hal. 19)
  7. Memerangi dukun dan paranormal -dengan kekuatan dan sanksi hukum- merupakan tugas mulia (kewajiban) yang diemban para pemerintah kaum muslimin demi tegaknya keadilan dan ketentraman di atas muka bumi ini (lihat Syarh ‘Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 504). Perdukunan adalah syirik, sedangkan syirik adalah kezaliman. Bahkan ia termasuk kezaliman yang paling besar! Maka memberantas perdukunan merupakan wujud kepedulian kepada nasib umat dan penegakan keadilan yang tertinggi. Allah ta’ala menceritakan wasiat seorang bapak -yaitu Luqman- yang amat sayang kepada anaknya (yang artinya), “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13). Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Setiap orang yang menebarkan kerusakan di tengah-tengah manusia dalam urusan agama atau dunia mereka, maka dia harus diminta bertaubat. Kalau dia bertaubat maka dibebaskan. Akan tetapi jika tidak mau, maka ia wajib dibunuh. Terlebih lagi jika perkara-perkara ini menyebabkan keluarnya orang dari Islam.” (al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, 1/340, lihat juga nasehat Syaikh Shalih al-Fauzan dalam al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 117)
  8. Hendaknya menanyakan permasalahan yang tidak dipahami atau kurang jelas kepada ahli ilmu/para ulama. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak mengetahui suatu perkara.” (QS. an-Nahl: 43)
  9. Disyari’atkannya menyingkap kebatilan dan menjelaskannya kepada umat manusia. Dan untuk melakukan hal ini tentu dibutuhkan orang yang benar-benar ahli atau paham.
  10. Tidak boleh merestui praktek perdukunan, apalagi membantu dan mempromosikannya. Karena itu termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. al-Ma’idah: 2). Oleh sebab itu hendaklah takut kepada Allah para pemilik media massa cetak maupun elektronik yang telah ikut serta menyebarluaskan iklan perdukunan, karena dengan tindakan mereka itu sesungguhnya mereka sedang berhadapan dengan ancaman Allah yang sangat keras. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaknya merasa takut orang-orang yang menyelisihi urusan/ajarannya -ajaran Nabi- karena mereka pasti akan tertimpa fitnah/bencana atau siksaan yang amat pedih.” (QS. an-Nuur: 63)
  11. Wajib bagi para dukun untuk bertaubat kepada Allah. Karena Allah akan mengampuni dosa apa saja selama pelakunya benar-benar bertaubat kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah mengampuni semua jenis dosa.” (QS. az-Zumar: 53). Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Sesungguhnya orang yang bertaubat dari syirik pasti akan diampuni.” Kemudian beliau menyebutkan ayat tadi (lihat Fath al-Majid, hal. 71). Kalau tidak, maka tidak ada lagi ampunan bagi mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. an-Nisaa’: 48). Yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah bagi yang tidak bertaubat (lihat Fath al-Majid, hal. 71).
  12. Datang ke dukun untuk menyelesaikan masalah tidak akan bisa menyelesaikan masalah, tetapi justru akan membuat masalah yang dihadapi semakin runyam. Karena perdukunan dipenuhi dengan bumbu kedustaan dan yang paling parah akan menjerumuskan ke dalam musibah yang jauh lebih besar yaitu kemusyrikan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka Allah pasti haramkan surga atasnya, dan tempat kembalinya adalah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.” (QS. al-Ma’idah: 72). Allah juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah mempersiapkan bagi orang-orang zalim (kafir) itu neraka yang gejolak apinya mengepung mereka. Dan apabila mereka meminta minum (kehausan) maka mereka akan diberikan minuman dengan air seperti besi yang mendidih yang akan menghanguskan wajah-wajah -mereka-. Itu adalah seburuk-buruk minuman, dan -neraka- itu adalah sejelek-jelek tempat peristirahatan.” (QS. al-Kahfi: 29)
  13. Dukun adalah wali syaitan. Meskipun ia dijuluki dengan kyai, ustadz, tabib, pakar pengobatan alternatif, atau bahkan disebut sebagai Wali Allah [?!]. Karena nama tidak merubah hakekat. Oleh sebab itu wajib bagi kaum muslimin untuk waspada dan menjauhi mereka (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 117). Meskipun dukun bisa menampakkan keanehan dan keajaiban, maka hal itu tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk membenarkan mereka. Karena karamah itu hanya diberikan Allah kepada wali-wali-Nya. Padahal hakekat wali Allah adalah hamba yang beriman dan bertakwa (lihat Fath al-Majid, hal. 287). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak perlu merasa takut dan tidak pula sedih. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa menjaga ketakwaan.” (QS. Yunus: 62-63)
  14. Perkara gaib hanya diketahui oleh Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Tidak ada yang mengetahui perkara gaib di langit atupun di bumi selain Allah.” (QS. An-Naml: 65). Barangsiapa yang membenarkan dukun yang memberitakan perkara gaib sementara dia mengetahui bahwa tidak ada yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah maka dia telah melakukan kekafiran akbar yang mengeluarkan dari Islam. Apabila dia tidak mengerti dan tidak meyakini bahwa al-Qur’an mengandung kedustaan, maka kekafirannya digolongkan kekafiran yang tidak sampai mengeluarkan dari agama (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, 1/333).
  15. Kita tidak boleh tertipu oleh kebenaran yang disampaikan oleh dukun dalam sebagian perkara ataupun dikarenakan banyaknya orang -yang dianggap berilmu- yang berduyun-duyun mendatangi mereka. Sesungguhnya mereka bukanlah orang yang mendalam ilmunya, bahkan perbuatan mereka -dengan melanggar larangan- itu menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang bodoh (lihat Fath al-Majid, hal. 283)
  16. Hadits ini menunjukkan tidak bolehnya mengangkat dukun atau paranormal sebagai penasehat/konsultan, baik untuk individu, keluarga, organisasi/perkumpulan, perusahaan, apalagi sebuah negara yang mengurusi hajat hidup orang banyak.
  17. Hadits ini menunjukkan tidak adanya pembedaan hukum atas apa yang disebut sebagai ilmu hitam dan ilmu putih yang dimiliki oleh para dukun atau paranormal (yang berkedok kyai maupun yang bertampang preman), semuanya sama-sama kemusyrikan. Semua dukun adalah pendusta! Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Pertanyaan Cerdas Sang Arab Badui

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
Amr bin Muhammad bin Bukair an-Naqid menuturkan kepadaku. Dia berkata; Hasyim bin al-Qasim Abu an-Nadhr menuturkan kepadaku. Dia berkata; Sulaiman bin al-Mughirah menuturkan kepadaku dari Tsabit dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, dia mengatakan; Dahulu kami pernah dilarang untuk bertanya tentang apa saja kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh sebab itu kami merasa senang apabila ada orang Arab Badui yang cukup berakal datang kemudian bertanya kepada beliau lantas kami pun mendengarkan jawabannya.
Maka suatu ketika, datanglah seorang lelaki dari penduduk kampung pedalaman. Dia mengatakan, “Wahai Muhammad, telah datang kepada kami utusanmu. Dia mengatakan bahwasanya anda telah mengaku bahwa Allah telah mengutus anda?”. Maka Nabi menjawab, “Dia benar.” Lalu arab badui itu bertanya, “Lalu siapakah yang menciptakan langit?”. Beliau menjawab, “Allah.” Lalu dia bertanya, “Siapakah yang menciptakan bumi?”. Nabi menjawab, “Allah.” Dia bertanya lagi, “Siapakah yang memancangkan gunung-gunung ini dan menciptakan di atasnya segala bentuk ciptaan?”. Nabi menjawab, “Allah.” Lalu arab badui itu mengatakan, “Demi Dzat yang telah menciptakan langit dan yang menciptakan bumi serta memancangkan gunung-gunung ini, benarkah Allah telah mengutusmu?”. Maka beliau menjawab, “Iya.”
Lalu dia kembali bertanya, “Utusanmu pun mengatakan kepada kami bahwa kami wajib untuk melakukan shalat lima waktu selama sehari semalam yang kami lalui.” Nabi mengatakan, “Dia benar.” Lalu dia mengatakan, “Demi Dzat yang telah mengutusmu, benarkah Allah telah memerintahkanmu dengan perintah ini?”. Nabi menjawab, “Iya.” Lalu dia mengatakan, “Dan utusanmu juga mengatakan bahwa kami berkewajiban untuk membayarkan zakat dari harta-harta kami?”. Nabi mengatakan, “Dia benar.” Dia berkata, “Demi Dzat yang telah mengutusmu, benarkah Allah yang telah menyuruhmu untuk ini?”. Beliau menjawab, “Iya.” Dia mengatakan, “Dan utusanmu juga mengatakan bahwa kami wajib berpuasa di bulan Ramadhan di setiap tahunnya.” Nabi mengatakan, “Dia benar.” Dia mengatakan, “Demi Dzat yang telah mengutusmu, benarkah Allah telah menyuruhmu dengan perintah ini?”. Beliau menjawab, “Iya.” Dia mengatakan, “Utusanmu pun mengatakan bahwa kami wajib untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah bagi orang yang mampu melakukaan perjalanan ke sana.” Nabi menjawab, “Dia benar.” Dia mengatakan, “Demi Dzat yang telah mengutusmu, benarkah Allah yang memerintahkanmu dengan ini?”. Nabi menjawab, “Iya.”
Anas mengatakan; Kemudian dia pun berbalik seraya mengatakan, “Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan menambahkan selain itu dan aku juga tidak akan menguranginya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau dia benar-benar jujur/konsisten niscaya dia akan masuk surga.” (Diriwayatkan juga oleh Bukhari dalam Kitab al-’Ilm, bab maa jaa’a fi qaulihi ta’ala, ‘Wa qul Rabbi zidni ‘ilman’, hadits no 63, lihat Shahih Muslim cet ke-4 Darul Kutub Ilmiyah 1427 H, hal. 29)
Di antara faedah hadits ini, adalah :
  1. Penetapan kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
  2. Syariat itu berlaku apabila telah sampai ilmu kepada orang yang bersangkutan
  3. Adanya udzur/toleransi bagi orang yang belum sampai ilmu kepadanya
  4. Di dalam hadits ini juga terkandung pelajaran mengenai rihlah fi thalabil ilmi/menempuh perjalanan dalam rangka menimba ilmu agama
  5. Di dalamnya juga terkandung ajaran untuk kembali kepada para ulama dan sering-sering bergaul dengan mereka
  6. Kebanyakan orang arab badui itu tidak mengerti dan kurang sopan
  7. Orang arab badui saja mengerti bahwa alam semesta ini ada penciptanya, maka ini merupakan bantahan telak bagi para penganut paham anti tuhan atau athheis
  8. Di dalamnya juga terdapat bantahan bagi kaum yang meyakini paham wahdatul wujud
  9. Dzat yang menciptakan alam semesta itulah yang berhak untuk diibadahi
  10. Semestinya seorang murid menyusun pertanyaan dengan baik
  11. Tanya-jawab merupakan salah satu metode transfer ilmu yang paling bermanfaat
  12. Pembelajaran secara bertahap
  13. Ilmu sebelum berkata dan berbuat
  14. Bersumpah harus dengan menyebut nama Allah bukan dengan nama makhluk, dan hal itu pun dipahami oleh orang Arab Badui sekalipun
  15. Bolehnya bersumpah tanpa diminta
  16. Bolehnya mencari sanad yang lebih tinggi
  17. Di dalamnya juga terkandung ajaran untuk mengecek kebenaran suatu berita
  18. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di samping mmerintah, beliau juga diperintah
  19. Disyariatkannya mengutus utusan dakwah ke berbagai tempat
  20. Berdakwah harus dengan ilmu
  21. Tidak bolehnya taklid buta
  22. Wajibnya ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
  23. Keharusan untuk taslim/pasrah kepada syari’at beliau
  24. Diterimanya hadits ahad dalam masalah aqidah maupun hukum dan beramal dengannya
  25. Shalat lima waktu itu dikerjakan secara berulang-ulang di setiap sehari semalam
  26. Hadits ini menunjukkan bahwa shalat witir tidaklah wajib
  27. Tidak adanya kewajiban pungutan pajak bagi setiap muslim
  28. Puasa Ramadhan wajib dikerjakan dis etiap tahunnya
  29. Hadits ini juga menunjukkan bahwa kaum muslimin awam dari kalangan para muqallid adalah termasuk kaum mukminin, yaitu apabila mereka telah meyakini aqidah Islam ini dengan mantap dan tidak ragu-ragu
  30. Dengan menunaikan kewajiban syari’at maka seorang bisa masuk ke dalam surga
  31. Amal merupakan sebab masuk ke dalam surga, namun dia bukanlah harga tukar yang seimbang untuk surga
  32. Iman itu meliputi keyakinan, ucapan, dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Ini merupakan bantahan bagi Murji’ah, Jahmiyah, Khawarij dan Mu’tazilah
  33. Ibadah itu ada yang wajib dan ada yang sunnah
  34. Ibadah yang diwajibkan Allah itu beraneka ragam, tidak hanya satu macam
  35. Ibadah yang wajib ada yang bersifat harian, dan ada juga yang tahunan, bahkan ada yang sekali seumur hidup
  36. Hukum di dunia ditegakkan berlandaskan apa yang tampak/menurut zahirnya
  37. Masuk surga atau tidaknya seseorang ditentukan oleh Allah ta’ala yang hanya Allah yang paling mengetahuinya
  38. Surga itu benar adanya
  39. Hendaknya menyesuaikan antara ucapan dengan amal perbuatan
  40. Di dalamnya terdapat peringatan dari bahaya kemunafikan
  41. Yang akan masuk surga hanyalah orang muslim saja, orang kafir tidak berhak
  42. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan ahli hadits
  43. Hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang langsung belajar Islam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
  44. Hadits merupakan sumber ajaran Islam selain Kitabullah
  45. Hadits merupakan penafsir bagi al-Qur’an
  46. Hadits ini juga menunjukkan pentingnya aqidah
  47. Aqidah merupakan landasan penegakan hukum, untuk individu maupun masyarakat
  48. Dan faedah lain yang belum saya ketahui, wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa shahbihi wa sallam, walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Muda Foya-Foya, Mati Masuk Surga?

Oleh: al-Akh al-Fadhil Muhammad Abduh Tuasikal
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Waktu muda, kata sebagian orang adalah waktu untuk hidup foya-foya, masa untuk bersenang-senang. Sebagian mereka mengatakan, “Kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga.” Inilah guyonan sebagian pemuda. Bagaimana mungkin waktu muda foya-foya, tanpa amalan sholeh, lalu mati bisa masuk surga[?] Sungguh hal ini dapat kita katakan sangatlah mustahil. Untuk masuk surga pastilah ada sebab dan tidak mungkin hanya dengan foya-foya seperti itu. Semoga melalui risalah ini dapat membuat para pemuda sadar, sehingga mereka dapat memanfaatkan waktu mudanya dengan sebaik-baiknya. Hanya pada Allah-lah tempat kami bersandar dan berserah diri.

Wahai Pemuda, Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. (Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, 294). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ , أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)
Lihatlah nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat yang masih berusia belia.
Ath Thibiy mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang yang hidup di dunia ini dengan orang asing (al ghorib) yang tidak memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan melewati padang pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok. Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fathul Bariy, 18/224)
Negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan kita dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat dengan amal sholeh. (Lihat Fathul Qowil Matin)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu juga memberi petuah kepada kita,
ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً ، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ
“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tesebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad-)
Manfaatkanlah Waktu Muda, Sebelum Datang Waktu Tuamu
Lakukanlah lima hal sebelum terwujud lima hal yang lain. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara : [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum datang masa tua renta.”
Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, maksudnya: “Beramallah di waktu sehat, sebelum datang waktu yang menghalangi untuk beramal seperti di waktu sakit.”
Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, maksudnya: “Manfaatkanlah kesempatan (waktu luangmu) di dunia ini sebelum datang waktu sibukmu di akhirat nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di alam kubur.”
Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya: ”Bersedekahlah dengan kelebihan hartamu sebelum datang bencana yang dapat merusak harta tersebut, sehingga akhirnya engkau menjadi fakir di dunia maupun akhirat.”
Hidupmu sebelum datang kematianmu, maksudnya: “Lakukanlah sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena siapa pun yang mati, maka akan terputus amalannya.”
Al Munawi mengatakan,
فَهِذِهِ الخَمْسَةُ لَا يَعْرِفُ قَدْرَهَا إِلاَّ بَعْدَ زَوَالِهَا
“Lima hal ini (waktu muda, masa sehat masa luang, masa kaya dan waktu ketika hidup) barulah seseorang betul-betul mengetahui nilainya setelah kelima hal tersebut hilang.” (At Taisir Bi Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/356)
Benarlah kata Al Munawi. Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat, ketika dia merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin. Dan dia baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal di masa muda, setelah dia nanti berada di usia senja yang sulit beramal. Penyesalan tidak ada gunanya jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.
Orang yang Beramal Di Waktu Muda Akan Bermanfaat Untuk Waktu Tuanya
Dalam surat At Tiin, Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi ‘Ulul Azmi yaitu [1] Baitul Maqdis yang terdapat buah tin dan zaitun –tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam-, [2] Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam, [3] Negeri Mekah yang aman, tempat diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut, Allah Ta’ala pun berfirman,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin [95] : 4-6)
Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ada empat pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya sebagaimana di waktu muda yaitu masa kuat dan semangat untuk beramal.” Pendapat ini dipilh oleh ‘Ikrimah.
“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qotadah, juga Adh Dhohak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal”. Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda.
An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Ibnu Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaadul Maysir, 9/172-174)
Begitu juga kita dapat melihat pada surat Ar Ruum ayat 54.
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفاً وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)
Ibnu Katsir mengatakan, “(Dalam ayat ini), Allah Ta’ala menceritakan mengenai fase kehidupan, tahap demi tahap. Awalnya adalah dari tanah, lalu berpindah ke fase nutfah, beralih ke fase ‘alaqoh (segumpal darah), lalu ke fase mudh-goh (segumpal daging), lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu ditiupkanlah ruh, kemudian dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil dan tidak begitu kuat. Kemudian si mungil tadi berkembang perlahan-lahan hingga menjadi seorang bocah kecil. Lalu berkembang lagi menjadi seorang pemuda, remaja. Inilah fase kekuatan setelah sebelumnya berada dalam keadaan lemah. Lalu setelah itu, dia menginjak fase dewasa (usia 30-50 tahun). Setelah itu dia akan melewati fase usia senja, dalam keadaan penuh uban. Inilah fase lemah setelah sebelumnya berada pada fase kuat. Pada fase inilah berkurangnya semangat dan kekuatan. Juga pada fase ini berkurang sifat lahiriyah maupun batin. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban”.” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada surat Ar Ruum ayat 54)
Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk beramal. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan.
Jika engkau masih berada di usia muda, maka janganlah katakan: jika berusia tua, baru aku akan beramal.
Daud Ath Tho’i mengatakan,
إنما الليل والنهار مراحل ينزلها الناس مرحلة مرحلة حتى ينتهي ذلك بهم إلى آخر سفرهم ، فإن استطعت أن تـُـقدِّم في كل مرحلة زاداً لما بين يديها فافعل ، فإن انقطاع السفر عن قريب ما هو ، والأمر أعجل من ذلك ، فتزوّد لسفرك ، واقض ما أنت قاض من أمرك ، فكأنك بالأمر قد بَغَـتـَـك
“Sesungguhnya malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia sampai dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau mampu menyediakan bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah. Berakhirnya safar boleh jadi dalam waktu dekat. Namun, perkara akhirat lebih segera daripada itu. Persiapkanlah perjalananmu (menuju negeri akhirat). Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Tetapi ingat, kematian itu datangnya tiba-tiba.” (Kam Madho Min ‘Umrika?, Syaikh Abdurrahman As Suhaim)
Semoga maksud kami dalam tulisan ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib,
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud [11] : 88)
Semoga Allah memperbaiki keadaan segenap pemuda yang membaca risalah ini. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam. [Muhammad Abduh Tuasikal]
http://buletin.muslim.or.id

Hidayah Itu Mahal, Ya Akhi…

Hidayah adalah kebutuhan hidup manusia yang paling utama. Bagaimana tidak, lha wong setiap hari di setiap kali sholat -bahkan di setiap raka’at- orang-orang yang beriman senantiasa diperintahkan untuk meminta hal itu kepada Rabbnya. Ihdinash shirathal mustaqim…

Meskipun demikian, kita dapati sebagian orang -bahkan banyak di antara mereka- yang menyepelekan hidayah yang agung ini atau menyia-nyiakannya. Betapa banyak di antara mereka yang telah diberikan hidayah oleh Allah untuk memeluk agama Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat, menjalankan sholat, membayarkan zakat, berpuasa Ramadhan, bahkan bisa menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit di antara mereka yang tidak menyadari betapa besar anugerah yang Allah berikan kepada mereka. Akibatnya mereka pun menyia-nyiakan nikmat yang agung ini. Nikmat hidayah, Subhanallah!

Saudaraku, kisah berikut ini mungkin akan menyadarkan mereka yang lalai akan nikmat yang agung ini. Bukhari dan Muslim meriwayatkan di dalam Shahih mereka berdua, dari Sa’id bin al-Musayyab dari bapaknya, bahwa pada saat kematian sudah hampir menemui Abu Thalib -paman Nabi- maka datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya. Namun ternyata di sisi pamannya itu telah dijumpainya Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Wahai pamanku, ucapkanlah la ilaha illallah, sebuah kalimat yang aku akan bersaksi dengannya untukmu di sisi Allah.” Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata, “Wahai Abu Thalib, apakah kamu benci kepada ajaran Abdul Muthallib -ayahmu-?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus menawarkan ajakan itu kepada pamannya dan mengulang-ulang ucapan tadi. Sampai pada akhirnya Abu Thalib mengatakan di akhir pembicaraannya kepada mereka bahwa dia tetap berada di atas agama Abdul Muthallib. Dia enggan mengucapkan la ilaha illallah… (lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [2/60-61])
Dari kisah ini kita dapat mengetahui betapa tinggi dan mahalnya nilai hidayah. Siapakah Nabi Muhammad dan siapakah Abu Thalib? Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang utusan Allah yang malaikat pun bersedia menawarkan bantuan kepadanya atas izin Allah. Adapun Abu Thalib adalah pamannya sendiri yang selama hidup senantiasa membela Nabi dan melindunginya dari tekanan dan ancaman kaum kafir Quraisy. Meskipun demikian, lihatlah… bagaimana kondisinya menjelang ajal. Di saat semua orang membutuhkan keimanan, di saat itu pun ternyata kalimat tauhid pun tidak kunjung dia ucapkan. Dia enggan, padahal dia telah mengetahui bahwa ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kebenaran. Taufik di tangan Allah.
Hati manusia -ayyuhal ikhwah- berada di antara jari-jemari ar-Rahman yang Allah akan membolak-balikkannya sebagaimana yang Allah kehendaki. Apakah kita merasa aman dari su’ul khatimah? Subhanallah… Ingatlah, bahwa kita tidak akan bisa berjalan di atas jalan yang lurus kecuali dengan nikmat hidayah dari Allah, bahkan kita tidak bisa menemukan jalan yang lurus itu kalau seandainya Allah tidak membimbing kita menujunya. Maka sadarilah nikmat yang agung ini, dan hargailah ia sebagaimana mestinya. Sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang sahabat di dalam sya’irnya,
“Kalau bukan karena Allah niscaya
kami tidak mendapatkan hidayah,
dan tidak menunaikan sholat…”

Sungguh, sebuah kisah yang menyimpan banyak pelajaran berharga. Di antara pelajaran dari hadits di atas adalah:
  1. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menguasai pemberian hidayah/taufik, bagi dirinya sendiri apalagi bagi orang lain. Demikian juga pemberian syafa’at, bukan milik beliau! (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya engkau tidak bisa memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah lah yang kuasa memberikan hidayah kepada orang yang Allah kehendaki…” (QS. al-Qashash: 56)
  2. Tingginya semangat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berupaya menyampaikan hidayah ke dalam hati orang yang didakwahi terlebih lagi jika mereka adalah sanak familinya sendiri (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  3. Kisah ini menunjukkan besarnya keutamaan tauhid. Oleh sebab itu kita tidak boleh sedikitpun mempersembahkan doa/ibadah kepada selain Allah (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  4. Datangnya taufik itu semata-mata bersumber dari Allah (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  5. Kedudukan Nabi tidak boleh ditinggikan melebihi kedudukan Allah (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  6. Menceritakan kekafiran yang dilakukan orang lain tidak selayaknya menggunakan kata ganti pertama -saya- (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  7. Meskipun kalimat tauhid itu ringan dan mudah diucapkan, namun ternyata tidak bisa mengucapkannya melainkan orang yang mendapatkan taufik dari Allah ta’ala (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  8. Keluarga dan persahabatan itu memiliki pengaruh terhadap agama seseorang (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  9. Orang yang meninggal di atas kemusyrikan maka dia akan berada kekal di neraka Jahannam. Dan dia dihukumi sebagai orang yang berhak masuk neraka/ash-haabul jahiim (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang). Semoga Allah menyelamatkan kita darinya…
  10. Disyari’atkannya menuntun orang yang sekarat/akan meninggal untuk mengucapkan la ilaha illallah, yaitu dengan memerintahkannya mengucapkan la ilaha illallah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi, bukan hanya sekedar mengingatkannya -tanpa memerintah- (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  11. Bolehnya mendoakan agar orang-orang musyrik mendapatkan hidayah (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  12. Disyari’atkannya menyambung tali kekerabatan meskipun dengan saudara yang kafir (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
  13. Diperbolehkannya menjenguk orang kafir yang sakit dengan maksud mendakwahi atau menarik simpati mereka supaya masuk Islam (Keterangan Syaikh Walid dalam Daurah Shahih Muslim di Kaliurang)
Hidayah ini mahal wahai saudaraku…
Oleh sebab itu, Allah mengingatkan kita bahwa jalan yang lurus ini adalah jalan orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah, bukan jalan semua orang yang mencarinya. Ini artinya, orang hanya akan bisa berjalan di atas jalan yang lurus ini jika dia diberikan nikmat taufik dari Allah ta’ala, bukan semata-mata hasil jerih payah dan usaha dirinya sendiri. Hidayah itu adalah nikmat, ikhwah sekalian…
Lihatlah, berapa banyak kita saksikan sebagian orang yang dulunya punya komitmen dengan ajaran agama dan menampakkan diri sebagai seorang yang bermanhaj lurus, namun perjalanan hidup dan dunia kerja telah merubah dirinya. Jilbabnya yang dulu lebar dan rapat kini menjadi menjadi sempit dan ketat. Jenggotnya yang dulu lebat kini pun habis dibabat. Celananya yang dulu berada di atas mata kaki, kini telah terjuntai menyapu bumi. Sholat lima waktunya yang dulu berjama’ah kini pun cukup di rumah. Matanya yang dulu tertunduk ketika melihat lawan jenis kinipun tertengadah. Telinganya yang dulu benci mendengar musik, kini telah larut dalam alunan nada-nadanya… Subhanallah! Bagaimanakah nasib kita, saudara-saudaraku sekalian… Akankah kita berbalik ke belakang, kembali ke alam kejahiliyahan…? Padahal anugerah hidayah itu telah kita jumpai, namun sayang seribu sayang kita sering melalaikan dan menyia-nyiakannya, nas’alullahat taufiq was salamah..
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman niscaya Kami akan membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatan yang dipilihnya, dan kelak Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115). Allah ta’ala memerintahkan (yang artinya), “Ingatlah kepada-Ku niscaya Aku akan mengingat kalian, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian kufur.” (QS. al-Baqarah: 152).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Abu Dawud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhuma, “Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu -karena Allah- janganlah kau lupakan untuk membaca doa di setiap akhir sholat, yaitu: Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik ‘Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu’.” (Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud, lihat takhrij kitab al-Fawa’id cet. Dar al-’Aqidah hal. 124)
Kami sadar bahwa apa yang kami tulis ini sangat jauh dari kesempurnaan, namun hanya satu yang kami harapkan bahwa tulisan ini bisa mengetuk hati kita semua untuk segera kembali bertaubat kepada Allah ta’ala dari segala kesalahan dan penyimpangan kita. Ingatlah, ya akhi… kematian pasti tiba di hadapan kita. Sementara kita tidak tahu, kita tidak tahu bagaimana akhir hidup kita nanti. Oleh sebab itu marilah kita hiasi nafas-nafas kita dengan dzikir kepada-Nya. Marilah kita isi hati kita dengan cinta, takut, dan harap kepada-Nya. Marilah kita tundukkan lisan dan anggota badan kita untuk taat kepada Rabb penguasa alam semesta, Raja yang menguasai hari pembalasan. Masih ada waktu untuk berbenah, mumpung badan belum berkalang tanah… Allah ta’ala masih memberikan kesempatan bagi kita untuk bersimpuh di hadapan-Nya dan menyesali dosa-dosa kita di masa silam.
Marilah kita perbanyak membaca sebuah doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada manusia terbaik sesudahnya yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu ketika dia meminta kepada Nabi untuk diajari doa di dalam sholat dan ketika sedang berada di rumah. ‘Allahumma inni zhalamtu nafsi zhulman katsiran wa la yaghfirudz dzunuba illa anta. Faghfirli maghfiratan min ‘indik warhamni. Innaka antal Ghafurur Rahim.’ Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menzalimi diriku, sementara tidak ada yang bisa mengampuni dosa selain diri-Mu. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan sayangilah aku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [8/296])
Akhir seruan kami adalah segala puji hanya bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Salawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada Nabi akhir zaman, para sahabatnya, dan segenap pengikut mereka yang setia dengan Sunnahnya.

Keutamaan Ilmu Tauhid


Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada yang sesembahan -yang benar- selain Allah, niscaya masuk surga.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [2/64])
Hadits yang agung ini mengandung banyak pelajaran, di antaranya:
  1. Ilmu -mengetahui maksudnya- merupakan salah satu syarat la ilaha illallah (lihat at-Tanbihat al-Mukhtasharah, hal. 43). Maknanya, jika seseorang mengucapkan la ilaha illallah tanpa mengerti maknanya maka syahadatnya belum bisa diterima.
  2. Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu yang melahirkan amalan. Dia mengetahui bahwa sesembahan yang benar hanya Allah dan dia pun menyembah-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang lain, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mempersektukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia akan masuk neraka.” (HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anuma, lihat Syarh Muslim [2/164-165])
  3. Hadits ini menunjukkan betapa tinggi keutamaan ilmu tauhid. Karena ilmu tentang tauhid inilah yang akan mengantarkan seorang hamba menuju surga-Nya. Dengan syarat orang tersebut harus mengamalkannya dan tidak melakukan pembatalnya. Orang yang tidak melakukan kesyirikan -dan dosa lain yang serupa- pasti masuk surga (lihat Syarh Muslim [2/168])
  4. Hadits ini menunjukkan bahwa orang musyrik di akherat kelak kekal di dalam neraka. Sama saja apakah dia itu berasal dari kalangan Ahli Kitab; Yahudi dan Nasrani, pemuja berhala  ataupun segenap golongan orang kafir yang lainnya. Bahkan hukum ini -kekal di neraka- juga berlaku umum bagi mereka yang memeluk agama selain Islam ataupun mengaku Islam padahal telah dihukumi kekafiran akibat tindakan kemurtadan yang dilakukannya kemudian mati di atas keyakinannya tersebut (lihat Syarh Muslim [2/168])
  5. Hadits ini menunjukkan bahwa pahala bagi amalan manusia di akherat nanti ditentukan di saat akhir kehidupannya. Innamal a’malu bil khawatim.
  6. Hadits ini menunjukkan tidak mungkin bersatu antara Islam dan kekafiran. Maka bagaimanakah lagi orang yang mengatakan bahwa mereka menganut ajaran Islam Liberal?!
  7. Hadits ini menunjukkan betapa besar kebutuhan umat manusia kepada ilmu tauhid, sebab apabila mereka tidak memahaminya akan sangat besar kemungkinannya mereka melanggarnya -berbuat syirik- dalam keadaan tidak sadar kemudian meninggal di atasnya, wal ‘iyadzu billah!
  8. Wajib mengimani adanya surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya
  9. Surga hanya dimasuki oleh orang-orang yang bertauhid. Maka hadits ini menjadi bantahan yang sangat telak bagi kaum Liberal dan Pluralis yang menggembar-gemborkan paham Islam Liberal. Di antara contoh keyakinan mereka yang sangat menjijikkan adalah ucapan salah seorang tokoh mereka, “Kalau surga itu hanya dihuni oleh orang Islam saja, maka tentunya mereka akan kesepian.” Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan. Ada seorang teman yang menceritakan kepada kami sebuah kisah yang didengarnya dari salah seorang ustadz. Suatu ketika seseorang berkata kepada temannya sesama tukang becak, “Surga itu seperti alun-alun Kraton Yogyakarta. Dari mana saja orang datang dan melewati jalan manapun, tidak masalah. Yang penting akhirnya mereka juga sampai ke sana.” Maka temannya menjawab dengan lugas, “Itu ‘kan surganya Mbah -Moyang- mu!”
  10. Hadits ini mengandung dorongan untuk memahami dan mengamalkan tauhid dengan sebenar-benarnya serta dorongan untuk menjauhi segala macam bentuk kesyirikan

ILMU TAUHID

  1. ILMU TAUHID Pengertian, Pembahasan, Kedudukan, Hukum, dan Atsarnya dalam Kehidupan.
  2. Pengertian ( Ma’na ‘ilmi-tauhidi` )
    • Ilmu yang membahas tentang pengokohan keyakinan agama yang dilandasi dalil-dalil naqli maupun aqli , sehingga dapat menghilangkan segala keraguan.
  3. Bidang Pembahasan ( Majaalaatuhu )
    • Bidang pembahasan Ilmu Tauhid adalah arkaanul iimaani.
    • Enam Rukun Iman:
      • Iman kepada Allah
      • Iman kepada rasul-rasul Allah
      • Iman kepada kitab-kitab Allah
      • Iman kepada malaikat-malaikat Allah
      • Iman kepada hari akhir
      • Iman kepada kepada takdir Allah
  4. Kedudukan Ilmu Tauhid ( Makaanatuhu )
    • Ilmu Tauhid adalah ilmu yang paling mulia ( asyraful ‘uluumi ). Hal ini disebabkan dua hal:
      • Pokok pembahasannya adalah tentang ALLAH rabbul ‘alamiin ( asyraful maudhuuin )
      • Manfaatnya amat luhur ( asyraful manfa’atin ), yakni kebahagiaan ( as-sa’aadah ) yang hakiki.
  5. Hukum Mempelajarinya ( Hukmu ta’allumihi )
    • Hukum mempelajarinya adalah fardhu ‘ain.
    • Karena tujuan dari ilmu ini adalah al-iqtinaa’ul qalbiyyu wal ‘aqliyyu bishihhatil Islaami (keyakinan / kepuasan hati dan akal terhadap kebenaran Islam).
    • Mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu kifayah.
  6. Al-Qur’an adalah kitab Tauhid terbesar
    • Pembahasan utama dalam al-Qur’an adalah tauhid.
    • Tidak ada satu halaman pun di dalamnya—dari awal hingga akhir—kecuali berbicara tentang tauhid.
    • Bahkan dapat dikatakan bahwa ayat-ayat yang turun sebelum hijrah (ayat-ayat makiyyah) seluruhnya berisi tauhid dan yang terkait dengannya.
  7. Sikap kaum Muslimin terhadap Tauhid
    • Sejarah mencatat bahwa saat kaum muslimin penuh perhatian terhadap tauhid ( ihtimaamu bihi ) , maka pada saat itulah mereka akan memperoleh kemuliaan ( al-izzah ) dan kepemimpinan ( as-siyaadah ).
    • Namun, saat mereka mengabaikannya ( ihmaaluhu ), maka pada saat itulah mereka akan memperoleh kehinaan (ad-dhillah) dan kekalahan ( al-inhizaamu ).
  8. Urgensi Ilmu Tauhid
    • Syarat diterimanya amal ( min syuruuthi qabulul ‘amali ) adalah Iman dan Islam.
    • Pintu iman dan Islam adalah dua kalimah syahadah.
    • Dua kalimah syahadah adalah tauhid itu sendiri.
    • Jadi, ilmu tauhid itu sangat penting, karena menjadi pengantar bagi diterimanya amal.
  9. Iman adalah asas Amal
    • Allah tidak menerima amal kecuali dari orang-orang mu’min.
    • Orang-orang yang tidak beriman ketika beramal tidak mengharap pahala dari-Nya; tidak takut pada-Nya; tidak menginginkan keridhoan-Nya; tidak peduli apakah yang mereka lakukan itu halal atau haram.
    • Allah menyebutkan tentang hal ini dalam firman-Nya: QS. 25: 23; QS. 14: 18; QS. 24: 39).
  10. Pintu Islam
    • Dua kalimah syahadah adalah pintu masuk Islam.
    • Syahadat tidak akan sempurna jika seseorang tidak mengetahui ilmu tauhid.
    • Jadi, ilmu tauhid adalah ilmu yang penting meneurut ajaran Islam.
  11. Atsar Tauhid dalam Kehidupan
    • Akibat negatif bodoh terhadap Ilmu Tauhid:
      • Tidak memiliki orientasi hidup (QS. 47: 12)
      • Tertipu oleh dunia yang fana.
      • Merajalelanya kemaksiatan dan kerusakan (QS. 30: 41).
    • Atsar Tauhid dalam kehidupan:
      • Memiliki orientasi hidup yang jelas.
      • Tauhid melahirkan kedamaian diantara manusia.
      • Membuka pintu kebaikan.
  12. Semoga ALLAH menjadikan kita orang-orang yang bertauhid….

Minggu, 15 Mei 2011

Makna hadits:“Wanita itu kurang akalnya dan kurang agamanya.”

Kita selalu mendengar hadits yang berbunyi, “Wanita itu kurang akalnya dan kurang agamanya.” Hadits ini diutarakan kaum lelaki kepada wanita untuk merendahkannya. Kami mohon penjelasan arti hadits tersebut..



Jawaban:

Arti hadits:

“Aku tidak melihat wanita yang kurang akalnya dan agamanya yang dapat menghilangkan kemauan keras lelaki yang tegas daripada seorang diantara kamu”

Para wanita shahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan kekurangan agama kami dan akal kami, ya Rasulullah?”

Jawab beliau, “Bukankah kesaksian seorang wanita itu setengah kesaksian seorang laki laki’? Mereka menjawab, “Ya”.

Beliau bersabda, “Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah apabila haid , wanita tidak melakukan shalat dan juga tidak berpuasa?” Mereka menjawab: “Ya.”

Rasululllah bersabda, “Itulah yang dimaksud kekurangan agamanya.”

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam menjelaskan bahwa kekurangan akal wanita itu dilihat dari sudut ingatan yang lemah, maka dari itu kesaksiannya harus dikuatkan oleh kesaksian seorang wanita yang lain untuk menguatkannya, karena boleh jadi ia lupa, lalu memberikan kesaksian lebih dari yang sebenarnya atau kurang darinya, sebagaimana firman Allah,

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang orang lelaki diantaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang wanita dari saksi saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkannya.” (Qs. Al-Baqarah: 282)

Adapun kekurangan agamanya adalah karena di dalam masa haid dan nifas ia meninggalkan shalat dan puasa dan tidak mengqadha (mengganti) shalat yang ditinggalkannya selama haid atau nifas. Inilah yang dimaksud kekurangan agamanya. Akan tetapi kekurangan ini tidak menjadikannya berdosa, karena kekurangan tersebut terjadi berdasarkan aturan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dia-lah yang memberikan ketetapan hukum seperti itu sebagai wujud belas kasih kepada mereka dan untuk memberikan kemudahan kepada mereka. Sebab, jika wanita harus puasa di saat haid dan nifas, maka hal itu akan membahayakannya. Maka karena rahmat Allah atas mereka, Dia tetapkan agar mereka meninggalkan puasa di saat haidh dan nifas, kemudian mengqadhanya bila telah suci.

Sedangkan tentang shalat, di saat haid akan selalu ada hal yang menghalangi kesucian. Maka dengan rahmat dan belas kasih Allah subhanahu wa ta’ala Dia menetapkan bagi wanita yang sedang haidh agar tidak mengerjakan shalat dan demikian pula di saat nifas, Allah juga menetapkan bahwa ia tidak perlu pengqadhanya sebab akan menimbulkan kesulitan berat karena shalat berulang-ulang dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, sedangkan haidh kadang-kadang sampai beberapa hari — sampai tujuh–delapan hari bahkan kadang kadang lebih– sedangkan nifas, kadang kadang mencapai 40 hari.

Adalah rahmat dan karunia Allah kepada wanita, Dia menggugurkan kewajiban shalat dan qadhanya dari mereka. Hal itu tidak berarti bahwa wanita kurang akalnya dalam segala sesuatu atau kurang agamanya dalam segala hal! Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah menjelaskan bahwa kurang akal wanita itu dilihat dari sudut kelemahan ingatan dalam kesaksian; dan sesungguhnya kurang agamanya itu dilihat dari sudut meninggalkan shalat dan puasa di saat haid dan nifas. Dan inipun tidak berarti bahwa kaum lelaki lebih utama (lebih baik) daripada kaum wanita dalam segala hal. Memang, secara umum jenis laki laki itu lebih utama daripada jenis wanita karena banyak sebab, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Kaum laki laki itu adalah pemimpin pemimpin bagi kaum wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki laki) atas sebagian yang lain (waniat) dan karena mereka (laki laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (Qs.An Nisa’: 34)

Akan tetapi adakalanya perempuan lebih unggul daripada laki laki dalam banyak hal. Betapa banyak perempuan yang lebih unggul akal (kecerdasannya), agama dan kekuatan ingatannya daripada kebanyakan laki laki. Sesungguhnya yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam d iatas adalah bahwasanya secara umum kaum perempuan itu di bawah kaum lelaki dalam hal kecerdasan akan dan agamanya dari dua sudut pandang yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam tersebut.

Kadang ada perempuan yang amal shalihnya amat banyak sekali mengalahkan kebanyakan kaum laki laki dalam beramal shalih dan bertaqwa kepada Allahu Subhanahu wa Ta’ala serta kedudukannya di akhirat dan kadang dalam masalah tertentu perempuan itu mempunyai perhatian yang lebih sehingga ia dapat menghafal dan mengingat dengan baik melebihi kaum laki laki dalam banyak masalah yang berkaitan dengan dia (perempuan). Ia bersungguh sungguh dalam menghafal dan memperbaiki hafalannya sehingga ia menjadi rujukan (referensi) dalam sejarah Islam dan dalam banyak masalah lainnya.

Hal seperti ini sudah sangat jelas sekali bagi orang yang memperhatikan kondisi dan perihal kaum perempuan di zaman Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam dan zaman sesudahnya. Dari sini dapat diketahui bahwa kekurangan tersebut tidak menjadi penghalang bagi kita untuk menjadikan perempuan sebagai sandaran di dalam periwayatan, demikian pula dalam kesaksian apabila dilengkapi dengan satu saksi perempuan lainnya; juga tidak menghalangi ketaqwaannya kepada Allah dan untuk menjadi perempuan yang tergolong dalam hamba Allah yang terbaik jika ia istiqomah dalam beragama, sekalipun di waktu haid dan nifas pelaksanaan puasa menjadi gugur darinya (dengan harus mengqadha), dan shalat menjadi gugur tanpa harus mengqadha.

Semua itu tidak berarti kekurangan perempuan dalam segala hal dari sisi ketaqwaannya kepada Allah, dari sisi pengamalannya terhadap perintah perintahNya dan dari sisi kekuatan hafalannya dalam masalah masalah yang berkaitan dengan dia. Kekurangan hanya terletak pada akal dan agama seperti dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam. Maka tidak sepantasnya seorang lelaki beriman menganggap perempuan mempunyai kekurangan dalam segala sesuatu dan lemah agamanya dalam segala hal.

Kekurangan yang ada hanyalah kekurangan tertentu pada agamanya dan kekurangan khusus pada akalnya, yaitu yang berkaitan dengan validitas kesaksian. Maka hendaknya setiap muslim merlaku adil dan objektif serta menginterpretasikan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam, sebaik-baik interpretasi. Wallahu ‘alam…

Mengharukan,detik-detik terakhir nabi muhammad SAW menjelang ajal

'Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"."Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril. detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang."Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya."Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku, umatku, umatku"

Sabtu, 14 Mei 2011

Simak yang Allah katakan pada kita


Allah swt telah berbicara kepada manusia, Allah tidak pernah bohong. Ini hanya kumpulan ma'nanya saja gan dan yang saya tulis ini hanya surat Albaqarah saja gan, ini dia gan,, cekidot yah.

Teguran allah pada orang yang takabur dan sombong gan
Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman ( QS Albaqarah : 8 )

Saran allah kepada manusia yang di cintainya agar selalu bertakwa.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS Albaqarah : 21 )

kita manusia di ajak untuk berfikir oleh allah gan dan selalu bersukur gan atas nikmatnya.
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30], padahal kamu mengetahui. (QS Albaqarah : 21 )

Lagi-lagi allah mengingatkan kita gan, mengapa kita kafir kepada allah. Allah selalu sayang pada kita gan allah tak pernah bosan tuk mengingatkan kita.
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan ( QS Albaqarah : 28 )

Perintah allah kepada kita gan, udah di ikutin belum gan.
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku. (QS Albaqarah : 43)

Allah sudah mengajarkan kita gan, allah sayang kita, maka balaslah sayang agan pada allah, walaupun allah tidak minta balasan kita.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu. (QS Albaqarah : 45 )

Allah talah memberikan kita kelebihan dari mahluk lainnya, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. maka jagalah diri kita gan
Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. (QS Albaqarah : 48 )

JAWABAN AL-QUR'AN KENAPA KITA DI UJI


Sahabat,..
Sangat manusiawi sekali ketika ujian itu datang, hati kita berontak..,

susah menerimanya.....
dan kita selalu bertanya tanya kenapa aku diuji?...,
kenapa seberat ini?...,
kenapa doaku belum terkabul?....,
Bagaimana cara mengatasinya?

INILAH JAWABAN DARI AYAT2 AL-QUR'AN , Yuk kita simak...:


KENAPA AKU DIUJI ???

Jawab 1 : QS Al Mulk ayat 2
"Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia MENGUJI kamu, siapa di antara kamu yang LEBIH BAIK PERBUATANNYA. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."

Jawab: QS. Al-Ankabut ayat 2-3
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka DIBIARKAN (saja) mengatakan: "Kami telah BERIMAN", sedang mereka tidak DIUJIi lagi?
Dan sesungguhnya kami TELAH MENGUJI orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang BENAR dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang DUSTA.”


DIUJI DALAM BENTUK APA?

Jawab : Al-Baqarah ayat 155-157
"Dan sungguh akan Kami berikan COBAAN kepadamu, dengan SEDIKIT KETAKUTAN, KELAPARAN, KEKURANGAN HARTA, JIWA dan BUAH-BUAHAN. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.



BAGAIMANA AKU HARUS MENGHADAPINYA ???

Jawab 1: QS. Al-Imran ayat 200
” Hai orang-orang yang beriman, BERSABARLAH kamu dan KUATKANLAH KESABARANMU dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan BERTAKWALAH kepada Allah, supaya kamu beruntung.”

“…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Baqarah: 177)

“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

“Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)

Jawab 2 : QS. Al-Baqarah ayat 45
“Jadikanlah SABAR dan SHALAT sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang KHUSYU'.”

Jawab 3 : QS Ath-Thalaq ayat 2-4
" Barangsiapa yang BERTAKWA kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya JALAN KELUAR. Dan memberinya RIZKIi dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang BERTAWAKKAL kepada Allah niscaya Allah akan MENCUKUPKAN (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."

"Dan barangsiapa yang BERTAKWA kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya KEMUDAHAN dalam urusannya."


SIAPA TEMAN KITA DALAM MENGHADAPI UJIAN?

Jawab : QS Al-Kahfi ayat 28
"Dan BERSABARLAH kamu BERSAMA-SAMA dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."


KENAPA AKU TIDAK MENDAPATKAN APA YANG AKU IDAM-IDAMKAN???

Jawab: QS. Al-Baqarah ayat 216
”Boleh jadi kamu MEMBENCI sesuatu, padahal ia AMAT BAIK bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu MENYUKAI sesuatu, padahal ia AMAT BUURUK bagimu; ALLAH MENGETAHUI, sedang KAMU TIDAK MENGETAHUI.”


KENAPA UJIAN SEBERAT INI???

Jawab: QS. Al-Baqarah ayat 286
"Allah tidak membebani seseorang melainkan SESUAI DENGAN KESANGGUPANNYA. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".


RASA FRUSTASI ???

Jawab: QS. Al-Imran ayat 139
” Janganlah kamu bersikap LEMAH, dan janganlah (pula) kamu BERSEDIH hati, padahal kamulah orang-orang yang PALING TINGGI (derajatnya), jika kamu orang-orang yang BERIMAN.”


APA YANG AKU DAPAT DARI SEMUA INI ???

Jawab : QS Ar Ra'd ayat 23-24
"... (yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum" (KESELAMATAN BUAT KAMU DISEBABKAN KESABARANMU). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."


KEPADA SIAPA AKU BERHARAP ???

Jawab 1 : QS Al Fatihah ayat 5
"HANYA kepada Engkaulah kami MENYEMBAH dan HANYA kepada Engkaulah kami MOHON PERTOLONGAN."

Jawab 2 : QS. Attaubah ayat 129
“CUKUPLAH Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. HANYA kepada-Nya aku BERTAWAKKAL dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung."


AKU TAK DAPAT BERTAHAN LAGI ???

Jawab : QS. Yusuf ayat 87
”dan JANGANLAH kamu BERPUTUS ASA dari RAHMAT Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang KAFIR."



Sahabat.., sudah jelas bukan semua pertanyaan pertanyaan yang ada dalam benak kita di setiap ujian yang kita hadapi sebenarnya ada dalam Al Qur'an, Dan SELAMAT buat sahabat yang saat ini sedang di uji.., itu berarti :

1. Allah mau menguji kita karena kita akan diberi predikat ORANG BERIMAN dan orang yang SUKSES dan BERBUAT YANG TERBAIK.

2. Walau qadla' dan qadarNya sangat menyakitkan, tapi itulah yang TERBAIK buat kita Menurut Allah.

3. Allah sudah sangat Tahu kadar kesanggupan HambaNya untuk menerima ujian dari-Nya, makin berat UJIAN maka makin tinggi DERAJAT & KEMULIAAN yang di berikan Allah pada HambaNya..asalkan kita IKHLASH dan SABAR menerimanya

4. Kita di suruh BERSABAR dan BERTAKWA agar lulus dari UJIAN karena di balik ujian ini akan ada PERTOLONGAN ALLAH dan KEUNTUNGAN yang luar biasa.

5. Kita di support oleh Allah Subhanahu Wa ta 'ala dalam menghadapi ujian ini.


SAHABAT ....
BETAPA KITA DIUJI KARENA ALLAH SAYANG PADA KITA,
KARENA ALLAH INGIN KITA MENDEKAT KEPADA-NYA..
KARENA ALLAH INGIN HAMBANYA MENANGIS HANYA KARENA DIA ....

MARI KITA BERBENAH DAN TERUS BERBENAH ....
UNTUK MEMPERSEMBAHKAN YANG TERBAIK DALAM HIDUP KITA ... HANYA KARENA DAN UNTUK ALLAH SEMATA ....

INSYAALLAH .... KEMULIAAN SERTA DERAJAT YANG TINGGI AKAN DIBERIKAN ALLAH BAGI KITA DENGAN SENANG HATI ...